d.Perubahan pada Paru – paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan
eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan decompensasi
cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.
e.Perubahan pada otak
Mc Call melaporkan bahwa resistensi
pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi
pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak hanya
menurun pada eklampsia.
f. Metabolisme air dan
Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre
eklampsia dan eklampsia tidak hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini
pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini,
yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering
bertambah edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.
Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan
akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan
penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium dalam badan
lebih banyak pada penderita pre eklampsia daripada wanita hail biasa atau
penderita hipertensi menahun. Penderita pre eklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolid, kristaloid dan protein
dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre eklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal. Gula darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia,
kejang-kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum
laktikum dan asam organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga
menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic dioksida
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbonas natrikus. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh
beberapa penulis kadar asam urat dalam darah dipakai sebagai parameter untuk
menentukan proses pre eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal
asam urat melewati glomerulus dengan
sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti
proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya
perubahan pada glomerulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna
oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus
kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus menyebabkan filtrasi
asam urat mengurang, sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Akan tetapi,
kadar asam urat yang tinggi tidak selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian
diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat meningkat. Kadar keratin
dan ureum pada pre eklampsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria
atau anuria. Protein serumtotal, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada pre eklampsia, kecuali pada penyakit
yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat dengan nyata.
Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre eklampsia. Waktu pembekuan lebih
pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
Frekuensi
Ada
yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada
kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan
sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
Menurut
Winkjosastro Hanifa (2006) Frekuensi pre eklamsia pada tiap negara berbeda-beda
karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial
ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam
kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida
frekuensi pre eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multi gravida,
hidrops fetalis, umur > 35 tahun, dan obesitasmerupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya pre eklamsia.
8. Faktor resiko pre eklamsia
Menurut Chapman Vicky (2006), factor
resiko pre eklamsia :
1) Pre eklamsia 10
kali lebih sering terjadi pada primigravida
2) Kehamialn ganda
memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat
3) Obesitas (yang
dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4) Riwayat
hipertensi
5) Diabetes
6) Pre eklamsia
sebelumnya (20% resiko kekambuhan)
Menurut Bobak (2004), factor
resiko pre eklamsia :
1) Primi gravid, multi para (Mitayani,
2009)
2) Usia < 20
atau > 35 tahun
3) Obesitas
5) Hipertensi
sebelumnya
6) Kehamilan mola
7) Kehamilan ganda
9) Pre eklamsia
pada kehamilan sebelumnya
Diagnosis
Menurut
Mitayani (2009), diagnosis di tegakkan berdasarkan :
1.
Wawancara
a.
Riwayat Kesehatan
1)
Riwayat kesehatan dahulu
a) Kemungkinan ibu menderita
penyakit hipertensi sebelum hamil
b) Kemungkinan ibu
mempunyai riwayat pre eklamsia pada kehamilan terdahulu
c) Biasanya mudah
terjadi pada ibu yang obesitas
d) Ibu mungkin pernah
menderita ginjal kronis
2)
Riwayat kesehatan sekarang
a) Ibu merasakan
sakit kepala di daerah frontal
b) Terasa sakit di
ulu hati/nyeri epigastrium
c) Gangguan virus
: pandangan mata kabur, skotoma dan diplopia
d) Mual dan
muntah, tidaka da nafsu makan
e) Gangguan
serebral lain misal: refleks tinggi dan tidak tenang
f) Edema
pada ekstremitas
g) Tengkuk terasa
berat
h) Kenaikan berat badan
mencapai 1 kg seminggu
Penanganan
Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan dengan dua cara
tergantung gejala yang timbul yakni :
1.
Pre Eklamsia Ringan
a)
Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam;
pemberian sedativa ringan : tablet
phenobarbital 3×30 mg atau diazepam 3×2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi
dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium:
hemoglobin, hematokrit, trombosit,
urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b)
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria :
setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu
selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila
setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia
ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita
tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan
dengan perawatan rawat jalan.
Perawatan
obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a)
Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
: bila desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu
sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama
perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau
lebih.
b)
Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal
taksiran persalinan
c)
Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala II.
2.Pre
eklamsia Berat
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi : 1). Perawatan aktif yaitu kehamilan
segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal; 2) Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
1)
Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan indikasi
salah satu atau lebih yakni :
a)
Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda impending
eklamsia, kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi
terjadi kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal,
ada gejala – gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b)
Janin: Hasil fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda IUGR
c)
Hasil laboratorium: Adanya HELLP syndrome
2)
Pengobatan medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu
segera masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap
30 menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup
protein, rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4
diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah
jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3)
Antihapertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol
lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi
plasenta dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4)
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya diberikan obat–obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi. Dosis
yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan
dengan tekanan darah.
5)
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet anti
hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama
dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara
oral.
6)
Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah
jantung diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
7)
Lain – lain : Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik
diberikan bila suhu rectal 38,5ºC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik
diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti nyeri
bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus dapat diberikan
petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin
lahir.
No comments:
Post a Comment